![]() |
image source |
Dara...
Pasien Umi meninggal.
Begitulah dua patah chat
dari Umi, teman kuliah saya, yang dikirimkannya kemarin sore. Menceritakan
tentang pasien pertamanya yang meninggal dunia, dan betapa hal tersebut membuatnya
jadi lumayan “syok”.
Saya tahu bagaimana rasanya mendapati kabar tentang kondisi-kondisi
pasien yang makin hari makin mengalami perburukan, lalu berujung pada
keberpulangannya menghadap Sang Pencipta. Membuat saya kembali mengingat
minggu-minggu awal memasuki kepaniteraan klinik. Tentang bagaimana rasanya,
menjadi pembatas antara pasien dan liang lahat. Berada di saat-saat terakhir.
Melakukan bantuan hidup sebisa mungkin, walaupun dalam beberapa keadaan, hanya
bisa menunggu organ-organ vital pasien benar-benar berhenti bekerja karena
pihak keluarga tidak memberikan ijin untuk melakukan pertolongan terakhir.
“Biarkanlah dia pergi dengan tenang. Penderitaannya jangan ditambah
lagi...” Kalimat seperti ini sudah beberapa kali terdengar, dan saya hanya bisa
mengangguk meng-iya-kan. Menunggu alat rekam jantung menampilkan garis datar.
Lalu mengabarkan jam kematian.
Melihat seseorang yang sedang berjuang melawan maut tentu saja tak
mudah. Tak pernah. Tak akan pernah mudah. Seberapa seringpun kamu berhadapan
dengan kematian, tak akan membuatnya terlihat jadi lebih mudah untuk dilalui. Isak
tangis yang terdengar. Lantunan ayat-ayat suci. Air mata yang berlinangan.
Semua energi yang dikerahkan. Dan penerimaan. Bahwa apa yang telah ditakdirkan sudah
pasti merupakan yang terbaik.
Perpisahan itu selalu menyakitkan. Bagaimanapun suasana di akhirnya.
Sungguh.
***
Bukankah sejak awal mula, kelahiran kita, sesungguhnya adalah akhir?
Dan kehidupan kita, pada hakikatnya adalah perjalanan untuk (ber)pulang?
Rumah, saat hujan pertama di
bulan Juni.
Iya, perpisahan memang menyakitkan, Dar. :( Terus karena lu sebut soal hujan pertama bulan Juni, entah kenapa mengingatkan gue tentang puisi Hujan Bulan Juni. :')
BalasHapustak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu
Aaaaak Sapardi tenan wes iki!
HapusAku pernah diceritakan juga ama temen yang anak keperawatan, ketika mereka praktik di rumah sakit, waktu dia bertugas mengurusi bapak2/kakek2 gitu, dan mau memasang alat/selang kencingnya atau apa ya.. agak lupa.. tiba2 ketika dipasang, pasiennya teriak dan langsung meninggal. dia ama temennya saling tatapan... gatau gimana perasaannya waktu itu..
BalasHapusHidup hanya persinggahan, karena ada tempat yang akan didatangi untuk kekelan. Perpisahan selalu menyedihkan, tapi tidak untuk dijadikan ratapan, karena kita tidak tau setelah perpisahan sudah menanti kebahagiaan. namun, bukan berarti tak boleh dilepas dengan tangisan. puaskanlah perasaan yg minta diluapkan...
njir, aku nulis apaan dah di paragraf dua itu...
Kosan, saat hujan yang sama tak berkesudahan
Nulis apa Bang Haw? ._.
HapusPostingan ini ditambah komen Haw bijingek, bikin aku ngerasa ikutan syok juga, Dar. Karena itu yang aku suka. EH ENGGAK. Karena itu soal kematian. Dan kematian itu menyedihkan bagi yang ditinggalkan :(
BalasHapusEntah aku bakal gimana kalau aku jadi kamu, Umi, dan teman-teman kamu yang lain. Yang 'menghadapi' perpisahan semacam itu. Kalian tangguh sekali dan tetap kelihatan tangguh meskipun kamu mengakuin kalau tak akan pernah mudah menghadapi perpisahan itu. Kalau aku jadi kalian, mungkin aku bakal nangis kejer tiap hari. Sambil bergumam "Teman sejati hanyalah amal.." Huhuhuhuhu.
Btw, Dara dah nonton Autopsy of Jane Doe? Aku baca ini kok jadi langsung ingat film itu ya.....
Wkwk teman sejati hanyalah amal... *sambil nyanyi*
Hapus:)) Gatau mau komen apa nih mbak Dar kalo udah ngomong perihal kepulangan.
BalasHapusDan yg bikin merenung lama adalah kalimat di paragraf terakhir.
Mari mengheningkan cipta bersama, Lan...
HapusYa Rabb...
BalasHapusgak bisa komen apapun,
cm mau menghayati benar :(
Itu kan komen...
HapusKadang gitu. Saya heran, kenapa banyak temen-temen saya, khususnya cewek, punya keinginan besar jadi dokter. Padahal, dari cerita ini aja, kita tau jadi dokter tuh butuh proses panjang banget: kuliah lama, saingan banyak, terkenal mahal (kecuali Unpad, denger dari temen katanya gratis), dan penuh risiko. Ternyata, sayanya aja yang cemen. Mereka lebih berani buat punya mimpi dan seolah siap ngadapin risiko-risiko itu. Salut untuk semua dokter di dunia. :)
BalasHapusUnpad yang gratis itu yang program ikatan dinas dari pemda Jabar kalo gak salah, Rob... Salut juga sama Robby!
HapusJadi teringat kisah Sherlock yang versi Elementary, pasiennya meninggal.. hmm.. jd gag tau mesti bilang gimana.. Keep it up ajja deh..
BalasHapusBelajar Photoshop