Satu hal yang saya senangi apabila dibahas kala duduk bermajelis
adalah perkara niat. Perkara niat, sebuah perkara sederhana namun sering
dilupakan oleh kebanyakan kita. Perkara niat, bagai akar dari setiap tindakan,
yang tak dapat dilihat, namun menghujam dan menjadi pondasi atas setiap apa-apa
yang kita lakukan.
Niat, yang menjadi akar atas setiap tindakan yang kita lakukan, dan kita seringkali mengharapkan perasaan bahagia sebagai buah ranum yang
dapat dipetik atas hasil dari jerih payah selama ini.
Padahal, untuk bahagia, setiap orang memiliki standardnya
masing-masing. Dan kita, tidak bisa memaksakan setiap orang agar memiliki
standard yang sama. Mungkin akan ada segelintir orang yang menjadikan harta
benda sebagai tolak ukur agar bisa berbahagia. Ada pula sekumpulan orang yang
mengelukan jabatan sebagai standard bahagianya. Lainnya? Masih banyak lagi standard
yang berbeda. Tentang seberapa banyak karya yang telah dihasilkan, berapa tinggi
IPK yang dapat dicapai, memiliki pasangan yang setia, dianugerahi dengan
anak-anak yang lucu, dan sebagainya, dan sebagainya, dan sebagainya.
Adapun standard bahagia yang paling membahagiakan, menurut saya,
adalah penerimaan dan merasa cukup. Hingga apapun yang terjadi, bahkan mungkin
kala tak terjadi apapun, seseorang akan bisa tetap berbahagia. Boleh jadi, ini
adalah standard tertinggi dan paling rumit yang ditetapkan untuk bisa
berbahagia. Karena pada praktiknya, apapun kondisi yang terjadi, lapang
sempitnya, senang sedihnya, seseorang tetap akan berbahagia karena berusaha menerima
semuanya dengan penuh syukur. Dengan segala lapang penerimaan. Dengan segala
rasa cukup.
Kini, ada di mana standard bahagia kita?
Kini, seberapa luruskah niat yang coba kita tanam?
Perlukah berbenah?
Perlu, Dar. Amat. Sangat. Perlu.
Meluruskan niat. Memperbaiki standard kebahagiaan. Merapikan lingkar
pertemanan. Upgrade keilmuan. Mempertebal
empati. Meningkatkan produktifitas. Penambahan kuantitas dan kualitas atas
setiap perkara vertikal maupun horizontal. Lagi, masih banyak lagi. Masih
banyak lagi yang mesti kau benahi. Apalagi. Hati.
Hatimu harus kau didik agar tahan berada di sini. Agar kuat,
seberapapun cepatnya arus yang harus kau lawan. Seberapapun banyaknya yang
harus kau lakukan. Karena katamu, dulu, ini adalah pilihan. Bukankah menyenangkan
berada di sini? Lalu, kenapa akhir-akhir ini jadi ikut-ikutan mengeluh? :’D
“Tahu kenapa dokter harus belajar? Karena
penyakit tidak bisa disembuhkan hanya dengan niat baik. Walau niat ingin
mengobati, tapi jika ilmu tak mempuni, bisa saja meracuni.” (Kak Sen)
“Dengar, kau tidak akan bisa menyelamatkan seseorang hanya
dengan kebaikan hati! Jika kau ingin menyelamatkan seseorang, pelajarilah ilmu
kedokteran.” (Dr. Hiluluk)
“Student,
you do not study to pass the test. You study to prepare for the day when you
are the only thing between the patient and the grave.” (Mark Reid)
"Adapun standard bahagia yang paling membahagiakan, menurut saya, adalah penerimaan dan merasa cukup" Nah ini setuju banget si.
BalasHapusooh jadi maksudnya standar kebahagiaan yang di tingkatkan itu untuk menjadikan kita jadi berusaha lebih untuk bisa "bahagia" eh apa giman sih?
Tapi masih ada saja orang yang kurang bersyukur atas apa yang mereka dapat merasa belum cukup saja untuk bisa menerima :)
BalasHapusStandar kebahagiaan itu kelihatannya sederhana, ya. Padahal pas praktiknya gak segampang itu. :))
BalasHapusDr. Hiluluk itu yang One Piece kan, ya? Pantesan kayak kenal tuh kutipannya. :D
Btw, yang soal pilihan terus ngeluh kok kayak gue belakangan ini, ya. Semangat dan harus kuat, Dar! (juga buat kita semua yang ngalamin).
Standar bahagia yang sangat sederhana, namun sulit untuk dilakukan, terkecuali untuk sebagian manusia. karena.. tau lah manusia, kadang "merasa cukup" aja gak cukup, selalu ingin lebih. begitu kan bu :D
BalasHapusbagus juga kata-kata kak sen. jika ilmu tak mumpuni, bisa saja meracuni, walau niat ingin mengobati. Upgrade terus ilmunya bu dok, biar gak salah pas dilain hari lagi operasi bedah pasien :D
"adalah penerimaan dan merasa cukup. Hingga apapun yang terjadi, bahkan mungkin kala tak terjadi apapun, seseorang akan bisa tetap berbahagia."
BalasHapusAda mbak temenku yang gini. Rasa bersyukur dan empatinya besar. Awalnya aku kira dia orang yang 'pasrah' dan nggak peduli dengan apapun yang menghadangnya. Tapi ternyata, Bersyukurnya itu membuat dia semakin lebih baik.
Lalu, nikmat mana lagi ya yang bisa didustakan oleh manusia?
Waduh ada Quotenya Dr. Hiluluk juga Dar. Kayaknya OPLover nih. Muahahaha
BalasHapusYapz, gue setuju dengan poin-poinnya Dar, niat aja nggak cukup harus disertai tindakan juga. Tapi kata Ustadz gue, kita niat baik aja udah dapet ganjaran. Jadi kan gue selalu niat aja, nggak pernah direalisasikan. Cari pahala mudah loh. Hahahaha
Standart kebahagaian yang kamu sebutkan diatas yang orang lapang dada selalu bersyukur adalah standart kebahagiaan tertinggi itu gue juga setuju, tapi faktanya sulit menemukan yang kayak gitu sekarang :(
Kalo standart kebahagiaan gue cukup bisa bersanding bersamanya aja Dar. :D
Wah, bru berkunjung lagi di blog ini stlh sekian lma tdk mampir. Postingan yg menyegarkan, bsa jadi pengingat. Kebetulan sekali pas dengan suasana hati sy. Jazakillah khair tlh mengingatkan.
BalasHapusDar to the top, keren kontemplasinya
BalasHapusBahagia itu rumusnya gampang asal hati ga rumit rumit amat ngasih standardisasinya
Wah kenapa setuju sama komennya bang Azka, niat baik aja udah dapet pahala. Jadi niat baik aja gak usah direalisasikan. Terus digaplok deh sama malaikat.
BalasHapusStandar kebahagiaan tiap orang beda, tapi kalau selalu bersyukur pasti selalu bahagia.
Tapi ya manusia gak pernah puas sih, sudah dapet ini pasti pingin yang lebih lagi.
Setuju sama km Dar, standar kebahagiaan yg paling membahagiakan adalah bersyukur.
BalasHapusMakan gorengan sm minum kopi di pojokan ak jg sudh bahagia.
Yg penying terus berkarya~~ syalalala..
Kayaknya emang mesti berbenah juga saya, Dar. banyak hal pernah dikeluhkan. mesti lebih banyak bersyukur juga, ini. sering terpengaruh dan berkeinginan memperoleh kebahagian seperti orang lain, padahal kebahagiaan sendiri nggak mesti seperti kebahagiaan orang lain. :'( *hayuk berbenah diri*
BalasHapusBahagia itu, saat kita bisa berbagi sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain dan menjadi bagian penting untuk orang lain.
BalasHapusAyo berbenah diri...
jlepp jlepp..
BalasHapusYapp.. kita harus meluruskan niat sambil pandai pandai memelihara rasa syukur agar tetep cukup dan merasa bahagia :))
keseringan meliat keatas juga bisa mengakibatkan kita sakit leher dan kurang menghargai apa yang telah kita miliki sekarang
BalasHapusBahagia itu sederhana, bahagia itu ada di hati yang masing masing orang tidak sama
BalasHapus