#OurDeepestCondolences |
“Kenapa sih,
orang yang baik selalu cepat…”
Kalimat saya
tiba-tiba terhenti. Tersadar, bahwa tak seharusnya saya berkata seperti itu.
Bukankah Allah berhak mengambil siapa saja yang dikehendakinya?
Jam dinding
menunjuk ke angka empat, kokok ayam bersahut-sahutan. Teringat beberapa saat
yang lalu saya terbingung heran melihat ekspresi wajah Inggri saat menatap
layar telepon genggamnya. Raut tak percaya tergurat jelas di wajahnya.
“Kenapa, Ing?”
Saya tak sabaran bertanya. Penasaran atas perubahan raut wajahnya yang drastis.
Inggri hanya
terdiam.
“Ing…?” Saya
kembali bertanya.
Yang ditanya
masih menatap kosong layar telepon genggamnya. Masih hening. Tak mampu
berkata-kata. Disodorkannya telepon genggam itu kepada saya.
Selang sepersekian
detik, telepon genggam itu telah berada di genggaman saya. Mata saya memindai
dengan cepat baris-baris tulisan yang tertera di layar.
Syok. Tak
percaya. Kemudian terdiam.
“Inalillahi wa
innailaih rajiuun…” Hanya sepotong kalimat itu yang bisa terucap.
Rasanya
sungguh seperti mimpi, saat bangun tidur dan mendapat kabar duka itu. Dekan
kami, guru tercinta yang telah kami anggap sebagai ayah sendiri, Sabtu dini
hari telah berpulang ke rahmatullah.
Kami kemudian
menjadi lemas, merasakan ada sesuatu yang kosong di hati kami. Bukan hilang.
Tapi kami tahu, tak akan mungkin kembali lagi.
Inggri
kemudian membangunkan Risa, mengabarkan berita duka tersebut. Risa yang awalnya
masih lelap dengan mimpinya segera terbangun. Terduduk. Terdiam. Kami hening.
Kami sibuk
dengan pikiran masing-masing. Kenangan-kenangan silih berganti datang
menghampiri ingatan kami. Atas segala nasihat-nasihat beliau. Atas
pesan-pesannya yang selalu mewanti-wanti kami agar menjadi dokter yang sesungguhnya.
Dokter yang peduli pada pasien. Dokter yang selalu memikirkan “reasoning” dan “cost
effective” pada setiap pilihan terapi yang diambil. Dan yang paling kami kagumi
dari sosoknya, menjadi seseorang yang penuh dengan kedisiplinan.
Mata kami
memerah. Air mata kami menetes. Isak tangis mulai terdengar perlahan. Kami sedih.
Kami menangis. Dan kemudian, pada akhirnya hanya bisa mengikhlaskan ini semua.
Karena
sesungguhnya, kita harus melihat kepergian bukan dari sisi yang ditinggalkan.
Tapi melihatnya dari sisi yang pergi. Kami percaya, beliau akan jauh lebih baik
disana. Kami berjanji akan menunaikan segala nasihat dan pesan beliau. Dan disini,
tak ada lagi yang bisa kami lakukan selain mendoakan beliau. Serta menuliskan
sebuah puisi ini.
Pada fajar yang seharusnya membawa bahagia
Tapi kini tak lagi sama
Kembali,
Kami mendulang sendu.
Kepada bakti yang selalu tercurah
Atas didikan kepada para pengais ilmu
Bagaimana lagi harus membalas?
Atas setiap terima kasih
Yang seringkali lupa terhaturkan
Atas setiap maaf
Yang seringkali lupa terucapkan
Air mata kami boleh jadi sudah habis
Tapi tidak di sini,
Di relung hati kami yang paling dalam,
Jasamu akan selalu kami kenang.
Wahai guru terbaik,
Ini bukanlah sebuah akhir.
Sungguh bukan.
Pun, ini bukan “selamat jalan”
Ini hanyalah sebuah “sampai jumpa kembali”
Karena nanti,
Di sebuah tempat yang lebih baik
Dan kekal abadi
Semoga kita masih bisa berjumpa.
Semoga almarhum mendapat tempat yang terbaik di sisi-Nya :)
Sama seperti
masa depan yang tak pernah kami cemaskan;
Kami
merindukanmu tanpa menyesali masa lalu.
smoga bapa dekan kembali ke sisinya ya, mungkin Alloh sayang beliau, maka diambil lebih cepat
BalasHapusAamiin :')
HapusInnalillahi wainnailaihi rojiun... :'(
BalasHapusTurut berduka cita. Allah memilih orang orang baik untuk mengisi di taman surganya. Aamiin :))
BalasHapusAamiin :')
HapusJika ada yang bertanya kenapa orang-orang baik lebih cepat meninggal, maka jawabannya adalah karena bunga-bunga yang lebih dulu dipetik di taman adalah yang paling indah :)
BalasHapusAnalogi nya boleh jadi benar, Mba :)
Hapusinalillahi wainnailaihi rojiun,Semoga semua amal ibadahnya di terima oleh Allah Swt.AMin
BalasHapusAamiin :)
HapusTurut berduka Cita.. ya..
BalasHapusTurut berduka ya, inalillahi wainnailaihi rojiun, semoga amal ibadahnya diterima oleh Allah Swt dan keluarganya diberi ketabahan, aamiin
BalasHapusAamiin :)
Hapusinalillahi wainnailaihi rojiun, semoga beliau diterima di sisi alloh swt. dan diberi ketabahan buat keluarga yang ditinggalkan. amin
BalasHapusAamiin :)
HapusWell, kita ngga tau kapan kita "diambil" makanya kita harus selalu sedia. Maaf kalau komentar saya agak nganu
BalasHapusIya, kita harus selalu siap sedia :)
HapusInnalillahi wainnaillaihi rojiun. o:)
BalasHapusBtw, puisi itu dapet banget feel-nya. Nggak tau kenapa, pas baca merinding. :')
Bisa merinding kamu, Yog?
HapusInnalillahi wa inna ilahi rojiun. Sabar ya Dar. Sekarang giliran kamu ngewujudin semua nasihat beliau. Semoga almarhum mendapat tempat yang baik disisi-Nya.
BalasHapusAamiin. Semoga bisa, ya, kak :)
HapusInna lillahi wa inna ilaihi rajiun.. Semoga amal ibadah beliau diterima di sisi Allah dan diberikan pengampunan ya, Dar.. Aamiiiin.. :'
BalasHapusAamiin :)
HapusSungguh walaupun saya cuma bertemu beliau ketika mengisi materi pembinaan, dan belum menerima ilmu beliau dikelas, entah kenapa kak pertama baca berita duka saya ikut meneteskan air mata,
BalasHapusBekal yg sedikit saya terima dari beliau sungguh membekas :')
Ya, begitulah :')
HapusAmin... Yang tabah. Semoga amal ibadahnya diterima.
BalasHapusInna lillahi wa inna ilaihi rajiun
BalasHapusAamiin, semoga amal ibadahnya diterima :)