Selasa, 13 Januari 2015

Jika Kehilanganmu, Haruskah Aku Merindu?


Umur memanglah hal yang abstrak, boi. Kau dan aku sama-sama tak tahu dimana titik akhirnya. Ketika lengkungan waktu dan denting detik milikmu harus terhenti, aku tak pernah tahu.

Kenapa kau tak memberitahu padaku sebelumnya, Ver? Kenapa…? Kau tahu sakitnya kehilangan, bukan?

Bahkan ketika kau telah pergi, aku masih saja sibuk mencari. Mencari pembenaran atas kehilangan dirimu… Atas rasa sakit yang telah kau tancapkan begitu dalam…

Kau meninggalkanku… be-nar-kah?

Aku tak pernah merasa lebih sendiri daripada saat ini. Memikirkan tentang persahabatan kita yang berjalan cukup rancu. Ah, rancu… kita sama-sama tahu hal itu. Sebuah persahabatan yang selalu saja berhasil meninggalkan senyum kecil kala aku mengingatnya kembali.

Lalu, jika aku rindu padamu, bagaimana caraku memberitahu?

Saat buku usia milikmu telah ditutup oleh Tuhan… masih bolehkan aku egois? Menuduhmu telah menyakitiku? Kau pergi (lagi)… Tapi kali ini tak akan kembali…

Karena berpulang hakikatnya menggoreskan luka pada yang ditinggalkan…

Tapi aku tahu, boi. Tentulah berpulang sangat menyenangkan bagi dirimu, bagi sosok yang meninggalkan. Mungkin jalan ini adalah yang terbaik bagimu. Jawaban atas segala sakit yang selalu kau tahan. Panggilan atas masa depan yang seringkali kau cemaskan.

Kita harus berakhir, bahkan pada apa yang belum kita mulai...
Hingga saat ini, kita masih bersahabat, kan?
Apakah sekarang kau masih menungguku? Dimana, Ver? Kuharap kita akan bertemu di tempat yang lebih baik suatu saat nanti... :)
Tunggu aku!


Painfully regards,
Sahabatmu (dari alam yang berbeda),



Dara Agusti Maulidya

2 komentar: