Selasa, 24 Februari 2015

IMUNISASI: IMUN IS (NOT ONLY) ASI !

Saat saya membuat postingan ini, jujur saya akui bahwa saya sedang syok. Bukan, bukan syok hipovolemik, hemoragik, sepsis, ataupun berbagai jenis syok lainnya yang dipelajari oleh mahasiswa FK. Bukan. Bukan itu.

Ini jenis syok yang berbeda.
Syok.
Shocked, lebih tepatnya.

Jadi, ceritanya, seperti biasa, saya sedang buka facebook untuk stalking profil calon imam masa depan download materi kuliah dan pertanyaan diskusi kelompok. Nah, tanpa sengaja saya melihat foto yang diunggah oleh dr. Piprim, seorang dokter spesialis anak. Di foto itu, dr. Piprim memberikan keterangan bahwa kasus difteri sudah ditemukan di Jakarta. Seingat saya, angka kejadian difteri itu sudah mengalami penurunan yang signifikan semenjak ada program Pekan Imunisasi Nasional. Saya kemudian merujuk data ke web depkes, dan menemukan fakta bahwa satu diantara prestasi yang telah diraih Indonesia sejak penerapan program imunisasi adalah Diturunkannya lebih dari 90% angka kesakitan dan kematian akibat penyakit Difteri, Pertusis, Tetanus, dan Campak jika dibandingkan dengan 20  tahun yang lalu.

See? Angka kesakitan dan kematian akibat DPT sudah mengalami penurunan hingga 90%, tetapi di kota sebesar Jakarta, masih ada saja anak yang mengalaminya. Maksudnya, kalau kasus ini ditemukan di Pontianak ataupun Kubu Raya, saya masih maklum. Tapi ini? JAKARTA? Ibu Kota Indonesia?

Screenshot postingan dr. Piprim
Hmmm, iya sih… Namanya juga penyakit, mereka kan gak akan pilih-pilih tempat :(

Akhirnya, saya memutuskan untuk mencari info-info tambahan mengenai kasus ini di twitter. Saya pun kemudian membuka akun calon suami @InfoImunisasi. Rupanya, sejak tanggal 29 Januari 2015, difteri sudah ditetapkan menjadi Kejadian Luar Biasa di Padang. 
What? Udah jadi KLB aja? Kok gak bilang-bilang sih? Kemana aja saya selama ini? Kenapa bisa ketinggalan info penting begini? Sebagai anak FK, disitu kadang saya merasa sedih :’(

Selain Padang, rupanya di Bandung juga sudah ada satu orang korban meninggal akibat difteri. Kalau untuk difteri, satu kasus aja udah cukup untuk menjadikan statusnya sebagai KLB. Menanggapi hal ini, Menkes telah menjalankan Outbreak Response Immunization (ORI) atau biasanya kita kenal sebagai imunisasi tambahan untuk mencegah penyebaran rantai penularan penyakit ini.

Nah, difteri ini bisa menyerang anak-anak maupun dewasa, dan menular melalui cairan mulut (air liur, dsb) maupun makanan yang terkontaminasi oleh Corynebacterium diphtheriae, bakteri penyebab difteri. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah melalui imunisasi, dan suntikan booster difteri yang dianjurkan dilakukan setiap 10 tahun sekali.

Sayangnya, akhir-akhir ini mulai banyak pegiat kaum anti-vaksin yang bermunculan. Mereka menolak segala bentuk imunisasi dan vaksinasi, serta menggaungkan jargon tentang Imunisasi = Imun Is Asi.
Iya, ASI memang sangat bagus buat sistem imun anak, tapi ASI saja belumlah cukup. Sebenarnya, apa sih alasan mereka melakukan penolakan terhadap imunisasi dan vaksinasi? Apakah itu dianggap barang haram? Karena setahu saya, ini mubah, bahkan halal menurut fatwa MUI. Mungkin teman-teman juga bisa cek dan ricek tentang halal-haramnya sendiri. Adapun saya merekomendasikan untuk membaca di link yang ini

Jika difteri sudah menjadi Kasus Luar Biasa, lalu, apa yang akan kita lakukan untuk menjaga adik-adik kita, penerus bangsa ini dari penyakit tersebut? Masih mau menolak imunisasi dan vaksinasi? Ya, terserah juga, sih. Kembali kepada pribadi masing-masing.
Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada kita semua :)


So, are you up to date enough? Know, Check, and Protect. Immunize for a Healthy Future. #UdahImunisasiAja

30 komentar:

  1. Waduh dewasa juga kena.....
    Dari air liur penyebarannya? Oke, jomblo bisa bernafas lega. Tau sendirilah jomblo gimana.....

    :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jomblo mah kalau udah diimunisasi lengkap Insya Allah bisa bernapas lega :D

      Hapus
    2. Bahkan guepun nggak tahu dulu gue imunisasi apa enggak. Yang gue inget gue pernah ditimbang di posyandu dan entah diapain lagi. Habis itu dikasih bubur kacang ijo, enak lho. Kayaknya sih terima pesanan deh... Oke khilaf kaka....

      Hahaha

      Hapus
    3. Coba deh tanya sama emak :)
      Gue juga sebenarnya gak ingat, imunisasi lengkap atau enggak, tapi pas nanya sama emak, katanya lengkap. Alhamdulillah.

      Eh itu dapat bubur kacang ijo? :3

      Hapus
  2. Ini kayaknya udah kebelet nyari calon suami.

    Aku jadi penasaran, buka wikipedia. Disitu dijelaskan kalau orang yang selamat dari penyakit ini menderita kelumpuhan otot-otot tertentu dan kerusakan permanen pada jantung dan ginjal. Mengerikan juga.

    Salam kenal yak..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Calon suaminya masih di-keep sama Allah, Mas :') Makanya tulisannya pada dicoret tuh yang di atas *berasa revisi skripsi aja*

      Iya, Mas. Difteri bahaya banget... Makanya harus dicegah lewat imunisasi.
      Salam kenal juga ya.

      Hapus
  3. Secara di Jakarta ngga semua orang sadar akan kesehatan ya.. Sedih jugak liatnya :(

    BalasHapus
  4. Kalo gue teliti, di pontianak belum keliatan yang kena difteri. Jakarta mah jangan diherankan. Ngeri juga ya, untung gue waktu kecil Imumisasi lengkap :))

    BalasHapus
  5. nggak begitu ngerti yang beginian, sebagai orang awam hanya bisa ngikutin saran bu dokter :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jaman sekarang semua orang harus kritis, Mas. Jangan ngekor melulu :)

      Hapus
  6. Yang pacarannya nggak sehat harus dikasih tau ini! Tukeran air liur mulu. Halah!
    Gue baru denger penyakit ini. Sumpah, gue merasa gagal.

    BalasHapus
  7. emang ada yg menganggap haram ya imunisasi atau pemberian vaksin gitu ? kok baru denger (atau aku yg kudet banget).

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada, Mas. Adaaaa.
      Mereka digolongkan sebagai kaum antivaks (anti-vaksin) hehehe. Coba aja di googling kalau mau tau lebih lengkapnya :)

      Hapus
  8. Bahaya, ya. Padahal tinggal imunisasi anaknya aja kok nggak mau. Demi kebaikan. :(
    Sehat itu kan mahal. Mending mencegah daripada mengobati.

    Btw, aku baru tau ada yang mengharamkan imunisasi dan vaksin gitu. Aku kemana aja selama ini? :(
    Semoga mereka yang men-tidak-bolehkan itu cepat disadarkan. Aamiin.

    *masuk goa lagi*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah itulah, Rim. Lo baru tau ya? Sebagai temennya anak goa, kadang saya merasa sedih :(

      Hapus
  9. ya bingung juga sih kalau sudah dihubungkan dengan haram dan halal, bagaimana tidak, jika seandainya ada seseorang yang sakit dan obat yang dapat menyembuhkannya itu adalah harus makan apa yang diharamkan, dan hanya makan itu sipenderita penyakit bisa sembuh, bagaimana hukumnya.?

    apakah harus rela menahan sakit hingga sekarat atau mencoba memakan obat itu.?

    BalasHapus
    Balasan
    1. “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari obat yang khobits (yang haram atau kotor).”
      (HR. Abu Daud no. 3870, Tirmidzi no. 2045 dan Ibnu Majah no. 3459. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih).

      Sebenarnya, konteksnya gini. Umat Islam dilarang berobat dengan sesuatu yang jelas haram. Nah, imunisasi dan vaksinasi ini sudah jelas halal (berdasarkan fatwa MUI). Tapi, masih ada aja yang kontra...

      Duh, aku juga makin bingung :(

      Hapus
  10. asi memang baik namun alangkah lebih baiknya lagi jika dibarengi dengan imunisasi :)
    salam kenal yahh

    BalasHapus
  11. Yah bandung udah ada aja yang kena difteri yah. Serem juga ya neng. :((

    BalasHapus
  12. Membaca ini seketika terlintas dipikiran gue, 'waktu kecil gue di imunisasi gak, ya?'. Tapi gue setuju mengenai program imunisasi. Toh, tujuannya kan demi kebaikan biar si anak terhindar dari penyakit-penyakit. :D

    BalasHapus
  13. Gue baca dari atas sampe abis isinya difteri tapi nggak dijelasin itu makanan apaan, eh salah, penyakit apaan maksudnya. haha :)

    Satu lagi, mau nanya dong sama anak FK, apa ada perbedaan yang signifikan antara anak yang diimunisasi dan yang nggak? lebih kuat mana daya tahannya? Thanks

    Daily Blogger Pro
    http://dailybloggerpro.blogspot.co.id/

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ohiya, kelupaan ngejelasin huehehe.
      Perbedaan signifikan sih gak ada, ya. Hanya saja daya tahan untuk penyakit tertentu, pada anak yang diimunisasi, akan lebih kuat.
      Misalnya seorang anak diimunisasi polio, nah daya tahannya terhadap penyakit polio akan lebih bagus dibandingkan sama yang gak imunisasi polio.

      Kalau terhadap penyakit secara umum, ya tergantung daya tahan masing-masing, gitu :)

      Hapus
    2. Arigatou Gozaimmasu Dara. :)

      Tapi masih ada satu pemikiran yang berkelabat di kepala gue soal imunisasi, di event ini kan si anak diberi vaksin, apakah vaksin itu berupa virus yang dimasukan ke tubuh anak supaya si anak membuat antibodi sendiri, then, ketika ada penyakit yang sama dengan virus yang pernah disuntikkan dengan vaksin itu, si anak jadi kebal penyakit?

      Hapus
    3. Yap. Kurang lebih seperti itu. Jadi isi vaksin ini biasanya virus yang sudah dilemahkan. Sehingga saat masuk ke tubuh manusia, dia gak berbahaya (pada orang yang imunitasnya normal, gak termasuk yang imun lemah, misal penderita HIV). Nanti, tubuh kita akan berusaha mengenali si virus ini dan membentuk sistem pertahanan terhadap virus ini. Sehingga, pada infeksi berikutnya dengan virus yang sama, tubuh kita udah bisa ngalahin si virus :)

      Hapus